para ulama, filsuf dan para
cendekiawan datang untuk
mengetahui bahwa Si Bahlul
menodai kehormatan
mereka di desa-desa
terdekat dengan mengatakan: "Orang-
orang yang disebut bijak adalah bodoh
dan bingung," mereka menuduhnya
merusak keamanan negeri. Bahlul
ditangkap dan kasusnya diajukan ke
Pengadilan Raja.
Raja: "Anda boleh bicara lebih dulu."
Bahlul: "Berilah saya pena dan kertas."
Maka pena dan kertas pun diberikan.
Bahlul: "Bagikan pena dan kertas itu
kepada tujuh ulama." Pena dan kertas
pun dibagikan.
Bahlul: "Biarlah mereka secara terpisah
menulis jawaban atas pertanyaan
berikut: 'Apakah roti itu?'"
Ketujuh ulama itu telah menulis jawaban
masing-masing atas pertanyaan Bahlul
tadi. Kemudian kertas jawabannya
diserahkan kepada raja yang
membacanya dengan keras satu per satu:
Yang pertama mengatakan: "Roti adalah
makanan."
Yang kedua mengatakan: "Roti adalah
tepung dan air."
Yang ketiga: "Itu adalah adonan yang
dibakar."
Yang keempat: "Sebuah pemberian
Alloh."
Yang kelima: "Berubah-ubah, menurut
bagaimana Anda mengartikan roti."
Yang keenam: "Roti adalah dzat yang
mengandung nutrisi."
Yang ketujuh mengatakan: "Tidak
seorang pun tahu dengan jelas."
Setelah mendengar semua jawaban itu,
Bahlul berkata kepada raja, "Bagaimana
Anda bisa meyakini penilaian dan
pertimbangan bagi orang-orang
tersebut ?
Jika mereka tidak bisa menyepakati
sesuatu yang dikonsumsinya sehari-hari,
bagaimana mereka bisa dengan suara
bulat menyebut saya seorang ahli
bid'ah?"