Polly po-cket

Text

Tidak seperti biasa, hari itu
Baginda tiba-tiba ingin
menyamar menjadi rakyat
biasa. Beliau ingin
menyaksikan kehidupan di
luar istana tanpa
sepengetahuan siapa pun agar
lebih leluasa bergerak.
Baginda mulai keluar istana
dengan pakaian yang amat
sederhana layaknya seperti
rakyat jelata. Di sebuah
perkampungan beliau melihat
beberapa orang berkumpul.
Setelah Baginda mendekat,
ternyata seorang ulama
sedang menyampaikan kuliah
tentang alam barzah.
Tiba-tiba ada seorang yang
datang dan bergabung di situ.
Ia bertanya kepada ulama itu.
"Kami menyaksikan orang
kafir pada suatu waktu dan
mengintip kuburnya, tetapi
kami tiada mendengar
mereka berteriak dan tidak
pula melihat penyiksaan-
penyiksaan yang katanya
sedang dialaminya. Maka
bagaimana cara
membenarkan sesuatu yang
tidak sesuai dengan yang
dilihat mata?"
Ulama itu berpikir sejenak
kemudian Ia berkata, "Untuk
mengetahui yang demikian itu
harus dengan panca indra
yang lain. Ingatkah kamu
dengan orang yang sedang
tidur? Dia kadangkala
bermimpi dalam tidurnya
digigit ular, diganggu dan
sebagainya. Ia juga merasa
sakit dan takut ketika itu
bahkan memekik dan keringat
bercucuran pada keningnya. Ia
merasakan hal semacam itu
seperti ketika tidak tidur.
Sedangkan engkau yang
duduk di dekatnya
menyaksikan keadaannya
seolah-olah tidak ada apa-apa.
Padahal apa yang dilihat serta
dialaminya adalah dikelilingi
ular-ular. Maka jika masalah
mimpi yang remeh saja sudah
tidak mampu mata lahir
melihatnya, mungkinkah
engkau bisa melihat apa yang
terjadi di alam barzah?"
Baginda Raja terkesan dengan
penjelasan ulama itu. Baginda
masih ikut mendengarkan
kuliah itu. Kini ulama itu
melanjutkan kuliahnya
tentang alam akhirat.
Dikatakan bahwa di surga
tersedia hal-hal yang amat
disukai nafsu, termasuk
benda-benda. Salah satu
benda-benda itu adalah
mahkota yang amat luar biasa
indahnya. Tak ada yang lebih
indah dari barang-barang di
surga karena barang-barang
itu tercipta dari cahaya.
Saking indahnya maka satu
mahkota jauh lebih bagus dari
dunia dan isinya.
Baginda makin terkesan.
Beliau pulang kembali ke
istana. Baginda sudah tidak
sabar ingin menguji
kemampuan Abu Nawas. Abu
Nawas dipanggil:
"Aku menginginkan engkau
sekarang juga berangkat ke
surga kemudian bawakan aku
sebuah mahkota surga yang
katanya tercipta dari cahaya
itu. Apakah engkau sanggup
Abu Nawas?"
"Sanggup Paduka yang mulia."
kata Abu Nawas langsung
menyanggupi tugas yang
mustahil dilaksanakan itu.
"Tetapi Baginda harus
menyanggupi pula satu sarat
yang akan hamba ajukan."
"Sebutkan sarat itu." kata
Baginda Raja.
"Hamba mohon Baginda
menyediakan pintunya agar
hamba bisa memasukinya."
"Pintu apa?" tanya Baginda
belum mengerti. Pintu alam
akhirat." jawab Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya Baginda ingin
tahu. "Kiamat, wahai Paduka
yang mulia. Masing-masing
alam mempunyai pintu. Pintu
alam dunia adalah liang
peranakan ibu. Pintu alam
barzah adalah kematian. Dan
pintu alam akhirat adalah
kiamat.
Surga berada di alam akhirat.
Bila Baginda masih tetap
menghendaki hamba
mengambilkan sebuah
mahkota di surga, maka dunia
harus kiamat terlebih dahulu."
Mendengar penjelasan Abu
Nawas Baginda Raja terdiam.
Di sela-sela kebingungan
Baginda Raja Harun Al Rasyid,
Abu Nawas bertanya lagi,
"Masihkah Baginda
menginginkan mahkota dari
surga?" Baginda Raja tidak
menjawab. Beliau diam seribu
bahasa, Sejenak kemudian
Abu Nawas mohon diri karena
Abu Nawas sudah tahu
jawabnya.

HOME