HUKUM TAWASHUL DENGAN SURAT AL FATIHAH
Bolehkah menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran dan
dzikir kepada orang yang telah mati?
Ya, itu dibolehkan. Madzhab yang benar dan terpilih
menyatakan sampainya pahala bacaan dan amal-amal jas
mani lainnya kepada mereka, dan bahwasanya karena itu
pula mereka bisa mendapatkan pengampunan atas dosa
atau peningkatan derajat, cahaya, kegembiraan, dan pahala
lainnya lantaran karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apa dalilnya?
Dalilnya, Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa
Sallam bersabda, “Bacalah surah Yasin kepada orang-orang
mati di antara kalian.” – Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Abu Daud (3121), Ibnu Majah (1448), dan lainnya, dari
hadits Ma’qil bin Yasar Radhiyallohu ‘Anhu.
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam
juga bersabda, “Ya-Sin adalah jantung Al-Quran. Tidaklah
seseorang membacanya dengan niat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan menghendaki negeri akhirat
melainkan Allah mengampuninya. Dan bacakanlah ia
kepada orang-orang mati di antara kalian.” – Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad (5: 26), An-Nasa’i dalam Al-Kubra (10914),
dan lainnya.
Ulama ahli tahqiq menyatakan, hadits ini bersifat umum,
mencakup bacaan kepada orang sekarat yang akan mati dan
bacaan kepada orang yang sudah mati. Inilah pengertian
yang jelas dari hadits di atas.
Hadits ini menjadi dalil bahwa bacaan tersebut sampai
kepada orang-orang yang sudah mati dan adanya manfaat
padanya sebagaimana yang disepakati para ulama.
Perbedaan pendapat hanya berkaitan jika pembaca tidak
berdoa setelahnya dengan doa semacam ini, misalnya, “Ya
Allah, jadikanlah pahala bacaan kami kepada Fulan.”
Jika seesorang membaca doa ini sebagaimana yang
diamalkan kaum muslimin, yang memberikan pahala
bacaan mereka kepada orang-orang mati di antara mereka,
tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama terkait
sampainya bacaan itu, karena ia dikategorikan sebagai doa
yang disepakati tersampainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang
yang datang sesudah mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami,
ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari kami’.” – Qur’an Surat Al-Hasyr (59):
10.
Jika dia tidak berdoa demikian dengan bacaannya itu,
menurut pendapat yang termasyhur dalam Madzhab Syafi’i,
pahalanya tidak sampai. Namun ulama Madzhab Syafi’i
generasi akhir menyatakan, pahala bacaan dan dzikir
sampai kepada mayit, seperti mazhab tiga Imam yang lain,
dan inilah yang diamalkan umat pada umumnya. “Apa yang
menurut kaum muslimin baik, itu baik di sisi Allah.” Ini
adalah perkataan Ibnu Mas’ud Radhiyallohu ‘Anhu.
Sayyidil Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, semoga Allah
melimpahkan manfaat kepada kita lantarannya,
mengatakan, “Di antara yang paling besar keberkahannya
dan paling banyak manfaatnya untuk dihadiahkan kepada
orang-orang mati adalah bacaan Al-Quran dan meng
hadiahkan pahalanya kepada mereka. Kaum muslimin pun
telah mengamalkan ini di berbagai negeri dan masa. Mayo
ritas ulama dan orang-orang shalih, salaf maupun khalaf,
pun berpendapat demikian.” Silakan simak perkataan Al-
Haddad Radhiyallohu ‘Anhu selengkapnya dalam Sabil al-
Iddikar.
Dari Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu, ia mengatakan, “Jika
salah seorang di antara kalian mati, janganlah kalian
menahannya. Segerakanlah ia ke kuburnya, dan hendaknya
dibacakan permulaan Al-Baqarah di dekat kepalanya, dan di
dekat kedua kakinya dengan penutup Al-Baqarah.” –
Disampaikan secara marfu’ (perkataan sahabat yang
dinisbahkan sebagai perkataan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa
Alihi wa Shohbihi wa Sallam) oleh Imam Ath-Thabarani
dalam Al-Kabir (12: 444) dan Imam Al-Baihaqi dalam Asy-
Syu’ab (7: 16) dari hadits Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu. Al-
Baihaqi mengatakan, yang benar adalah bahwasanya itu
adalah perkataan Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu.
Dalam kitabnya, Ar-Ruh, Ibnu Qayyim mengungkapkan
adanya penyampaian pelajaran di atas kubur. Ia berhujjah,
sejumlah ulama salah berwasiat agar diadakan bacaan pada
kubur mereka, di antaranya adalah Ibnu Umar, yang ber
wasiat agar dibacakan surah Al-Baqarah pada kuburnya, dan
bahwasanya kaum Anshar mengamalkan jika ada orang
yang mati, maka mereka silih berganti ke kuburnya untuk
membaca Al-Quran padanya (Ar-Ruh hlm. 10).
Ulama menyatakan, seseorang dibolehkan menghadiahkan
pahala amalnya kepada orang lain, baik itu berupa bacaan
maupun yang lainnya. Dalilnya, hadits yang diriwayatkan
Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, Nabi
Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, yang
bersabda, “Dibolehkan bagi salah seorang di antara kalian,
jika hendak bersedekah dengan sukarela, memberikannya
kepada kedua orangtuanya. Dengan demikian, kedua orang
tuanya mendapatkan pahala sedekahnya dan ia pun
mendapatkan seperti pahala kedua orangtuanya tanpa
mengurangi pahala kedua orangtuanya sedikit pun.” –
Disampaikan oleh Imam Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (7:
92) dan Abu Syaikh Ibnu Hayyan dalam Thabaqat Al-Muhad
ditsin bi Ashbahan (3: 610).
Di antara hadits-hadits yang diriwayatkan terkait hal ini,
meskipun dhaif, telah ditetapkan di antara ulama hadits
bahwasanya hadits dhaif dapat diamalkan terkait fadhail al-
a’mal, keutamaan-keutamaan amal.
Apa hukum bacaan Al-Quran kepada mayit dan di atas
kubur?
Imam Syafi’i Rahimahullah menyatakan, dianjurkan
membaca ayat apapun dari Al-Quran di dekat kubur. Jika
mereka mengkhatamkan Al-Quran seluruhnya, itu baik. Ini
disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam Riyadh Ash-
Shalihin dan dalam Al-Adzkar.
Apa dalil yang membolehkannya?
Dalilnya, sebagaimana yang baru saja disampaikan di atas,
perkataan Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu, “Jika salah
seorang di antara kalian mati, janganlah kalian menahan
nya. Segerakanlah ia ke kuburnya, dan hendaknya
dibacakan permulaan Al-Baqarah di dekat kepalanya, dan di
dekat kedua kakinya dengan penutup Al-Baqarah.”
Hadits marfu’ juga telah disampaikan sebelum ini, “Bacalah
Ya-Sin kepada orang-orang yang mati di antara kalian.”
Sebagian ulama hadits menafsirkannya pada makna
sebenarnya, sebagaimana ini cukup jelas dari lafal hadits.
Sementara sebagian yang lain menafsirkannya pada makna
kiasan. Maksudnya, orang yang sudah mendekati
kematiannya. Namun masing-masing makna dimungkinkan.
Dan seandainya kedua makna ini sama-sama diamalkan, itu
lebih baik.
Al-Khallal meriwayatkan dari Sya’bi, ia mengatakan: “Jika di
antara kaum Anshar ada orang yang mati, mereka silih
berganti ke kuburnya untuk membaca Al-Quran. Demikian.
Kaum muslimin pun masih tetap membaca Al-Quran kepada
orang-orang mati sejak masa kaum Anshar”.
Dari semua penjelasan di atas dapat diketahui bahwasanya
bacaan Al-Quran di atas kubur merupakan anjuran syari’at.
Allah lebih mengetahui.
Apa makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan tidaklah
manusia mendapatkan kecuali apa yang diusahakannya.” –
Quran Surat An-Najm (53): 39, dan sabda Nabi Shollallohu
‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, “Jika manusia mati,
terputuslah amalnya”?
Dalam kitab Ar-Ruh, Ibnu Qayyim mengatakan, Al-Quran
tidak menafikan seseorang mendapatkan manfaat dari
usaha orang lain, tetapi Al-Quran hanya memberitahukan
bahwasanya ia tidak memiliki kecuali usahanya. Adapun
usaha orang lain, itu adalah milik orang yang
melakukannya. Orang lain itu dapat menghendaki
memberikannya kepada orang lain atau menghendaki
menahannya untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, Allah SWT
tidak menyatakan “Sesungguhnya dia tidak boleh menerima
manfaat kecuali lantaran apa yang diusahakannya sendiri.”
Sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa
Sallam, “Terputuslah amalnya.” Beliau tidak menyatakan
“Pemanfaatannya”, tetapi beliau hanya memberitahukan
ihwal keterputusan amalnya. Adapun amal orang lain, itu
menjadi hak orang yang melakukannya. Jika ia mem
berikannya kepadanya, pahala amal orang yang
melakukannya sampai kepadanya, bukan pahala amalnya
sendiri. Dengan demikian, yang terputus adalah satu hal,
dan yang sampai adalah hal lainnya. Demikian yang
disampaikannya secara ringkas (Kitab Ar-Ruh halaman 129).
Ulama tafsir menyebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallohu
‘Anhu, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan se
sungguhnya manusia tidak mendapatkan kecuali apa yang
diusahakannya” – Quran Surat An-Najm (53): 39, telah
dihapus hukumnya dalam syari’at ini dengan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala, “Dan orang-orang yang beriman,
beserta anak-cucu mereka yang mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak-cucu
mereka.” – Quran Surat Ath-Thur (52): 21. Allah memasukkan
anak-cucu ke dalam surga lantaran kebajikan leluhur
mereka. (Lihat Tafsîr Al-Qurthubi (17: 114)).
Ikrimah mengatakan, itu terjadi pada kaum Musa ‘Alaihis
Salam. Adapun umat ini mendapatkan apa yang mereka
usahakan dan mendapatkan pula apa yang diusahakan oleh
yang lain. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan bahwa
seorang wanita mengangkat bayinya dan bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah anak ini mendapatkan pahala haji?”
Beliau menjawab, “Benar, dan bagimu pahala.” – Hadits ini
disampaikan oleh Imam Muslim (1336) dan lainnya, dari
hadits Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘Anhu.
Yang lainnya bertanya kepada Nabi SAW, “Ibuku terluputkan
dirinya (mati tanpa wasiat), apakah ia mendapatkan pahala
jika aku bersedekah atas nama dia?”
Beliau menjawab, “Benar.” – Hadits ini disampaikan oleh
Imam Al-Bukhari (1322) dan Muslim (1004) dari hadits
Aisyah Radhiyallohu ‘Anha.
Perkataan penanya, “terluputkan”, kata ini diucapkan terkait
orang yang mati secara tiba-tiba, dan diucapkan pula terkait
orang yang tewas oleh jin dan gangguan. “Dirinya,” menurut
Imam Nawawi, “kami menulisnya dengan harakat fathah
dan dhammah nafsaha dan nafsuha, dengan nashab dan
rafa’. Bacaan rafa’ dengan maksud sebagai obyek yang tidak
disebutkan subyeknya. Nashab dengan maksud sebagai
obyek kedua.” – Syarh Muslim (7: 89-90).
Demikian, Allah lebih mengetahui.
Apa hukum bacaan Al-Fatihah dan bacaan kepada mayit
serta tawasul dengannya untuk penerimaan doa?
Ketahuilah, di antara yang terbesar keberkahannya dan
terbanyak manfaatnya untuk dihadiahkan kepada orang-
orang mati adalah bacaan Al-Quran Al-‘Adzim dan
menghadiahkan pahalanya kepada mereka. Mayoritas
ulama dan orang-orang shalih, baik salaf maupun khalaf,
berpendapat demikian, dan kaum muslimin di berbagai
masa dan negeri pun mengamalkannya. Dalam hadis marfu’
yang telah disampaikan terdahulu dinyatakan, “Jantung Al-
Quran adalah Ya-Sin. Tidaklah seseorang membacanya
dengan niat kepada Allah dan menghendaki negeri akhirat
melainkan ia diampuni. Hendaknya kalian membacanya
kepada orang-orang mati di antara kalian.”
Diriwayatkan dalam hadits dhaif, “Siapa yang masuk
pemakaman dan membaca ‘Katakanlah: Dialah Allah Yang
Esa’ sebelas kali, kemudian memberikan pahalanya kepada
orang-orang mati, ia diberi pahala sesuai dengan jumlah
orang-orang yang mati.” Diriwayatkan oleh Imam Ar-Rafi’i
dalam kitabnya At-Tarikh dan Ad-Daraquthni dalam kitabnya
As-Sunan.
Adapun tawasul dengan surah Al-Fatihah terkait penerimaan
doa, ini sebaik-baik wasilah. Pada hakikatnya, itu hanyalah
tawasul dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadits
qudsi dikatakan, “Aku membagi shalat antara Aku dan
hamba-Ku dua bagian, dan bagi hamba-Ku apa yang dia
minta.” Disampaikan oleh Imam Muslim dalam kitabnya
Shahîh Muslim (598) dari hadits Abu Hurairah Radhiyallohu
‘Anhu.
Oleh: Sayyidil Habib Zein bin Smith Ba’alwi Madinah, Ketua
Umum Rabithah Alawiyah/ Mustasyar PBNU dalam tanya
jawab yang dimuat Majalah Al Kisah/ Sufi Road).Moch Muslih Arif Hamid